2. Surat Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam untuk
Raja Heraclius (Kaisar
Romawi)
"Surat
Nabi Muhammad Untuk
Raja Heraclius"
Isi surat:
“Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang. Dari
Muhammad utusan Allah
untuk Heraclius Kaisar
Romawi yang agung.”
“Salam bagi siapa yang
mengikuti petunjuk.
Salain
dari pada itu, sesungguhnya
aku mengajak kamu untuk
memeluk Islam. Masuklah
kamu ke agama Islam maka
kamu akan selamat dan
peluklah agama Islam maka
Allah memberikan pahalah
bagimu dua kali dan jika
kamu berpaling maka kamu
akan menanggung dosa
orang orang Romawi.
“Katakanlah: Hai Ahli Kitab,
marilah (berpegang)
kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami
dan kamu, bahwa tidak kita
sembah kecuali Allah dan
tidak kita persekutukan Dia
dengan sesuatu pun dan
tidak (pula) sebagian kita
menjadikan sebagian yang
lain sebagai tuhan selain
Allah. Jika mereka berpaling
maka katakanlah kepada
mereka: “Saksikanlah,
bahwa kami adalah orang-
orang yang berserah diri
(kepada Allah)”. Al-Imron
64”
Pada waktu itu Kaisar
sedang merayakan
kemenangannya atas Negeri
Persia. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi
Wasallam telah mengirim
Dihyah bin Khalifah Al-
Kalby sebagai utusan
kepada Kaisar Heraklius
penguasa Kekaisaran
Romawi, negara adi daya
pada masa itu. Dihyah pun
diterima oleh Heraclius
dengan sangat baik.
Kemudian ia
menyampaikan surat
dakwah dari Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi
Wasallam kepada sang
Kaisar Romawi.
Setelah Heraclius membaca
pesan Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi
Wasallam, Sang Kaisar pun
berkeinginan untuk
melakukan penelitian guna
memeriksa kebenaran
kenabian Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi
Wasallam. Maka ia segera
menyuruh pengawalnya
untuk mencari orang-orang
yang mengenal Nabi
Muhammad yang berasal
dari bangsa Arab. Saat itu
Abu Sufyan berada di sana
bersama serombongan
kafilah dagang Quraisy.
Para pengawal kerajaan
pun melaporkan
keberadaan Abu Sufyan
dan teman-temannya
kepada sang kaisar.
Kemudian dipanggillah Abu
Sufyan yang saat itu masih
kafir dan membenci Islam
bersama teman-temannya
ke hadapan Kaisar Romawi.
Abu Sufyan dan teman-
temannya datang
menghadap Heraclius,
beliau diminta berdiri
paling depan sebagai juru
bicara karena memiliki
nasab yang paling dekat
dengan Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi
Wasallam. Rombongan
yang lain berdiri di
belakangnya sebagai saksi,
sehingga beliau tidak berani
berbohong. Itulah strategi
Kaisar untuk mendapatkan
keterangan yang valid.
Dengan didampingi seorang
penerjemah, sang Kaisar
mengawali pembicaraan
dengan pertanyaan: “Siapa
di antara kalian yang paling
dekat garis keturunannya
dengan orang yang
mengaku sebagai nabi ini?”
Abu Sufyan menjawab:
“Saya, Tuan!”
Kemudian terjadilah dialog
di antara keduanya di
hadapan para petinggi
istana kekaisaran Romawi.
Berikut ini dialog yang
diceritakan langsung oleh
Abu Sufyan dan
diriwayatkan kembali oleh
Bukhari.
Heraclius: “Bagaimana
kedudukan keluarganya di antara kalian?”
Abu Sufyan: “Ia berasal dari keturunan bangsawan.”
Heraclius: “Adakah di
antara keluarganya
mengaku Nabi?”
Abu Sufyan: “Tidak.”
Heraclius: “Adakah di
antara nenek moyangnya
yang menjadi raja atau
kaisar?”
Abu Sufyan: “Tidak ada.”
Heraclius: “Apakah pengikut
agamanya itu orang kaya
ataukah orang
kebanyakan?”
Abu Sufyan: “Pengikutnya
adatah orang lemah,
miskin, budak, dan wanita
muda.”
Heraclius: “Jumlah
pengikutnya bertambah
atau berkurang?”
Abu Sufyan: “Terus
bertambah dari waktu ke
waktu.”
Heraclius: “Setelah
menerima agamanya,
apakah pengikutnya itu
tetap setia kepadanya
ataukah merasa kecewa,
lalu meninggalkannya?”
Abu Sufyan: “Tidak ada
yang meninggalkannya.”
Heraclius: “Sebelum dia
menjadi nabi, apakah dia
suka berdusta?”
Abu Sufyan: “Tidak
pernah.”
Heraclius: “Pernahkah orang
itu ingkar janji atau
mengkhianati kepercayaan
yang diberikan kepadanya?”
Abu Sufyan: “Tidak pernah. Kami baru saja melakukan
perjanjian gencatan senjata
dengannya dan menunggu
apa yang akan
diperbuatnya.”
Heraclius: “Pernahkah
engkau berperang
dengannya?”
Abu Sufyan: “Pernah.”
Heraclius: “Bagaimana
hasilnya?”
Abu Sufyan: “Kadang-
kadang kami yang menang,
kadang-kadang dia yang
lebih baik daripada kami.”
Heraclius: “Apa yang dia
perintahkan kepadamu?”
Abu Sufyan : “Dia hanya
memerintahkan kami untuk
menyembah Allah dan
tidak mempersekutuka-Nya dengan apapun,
meninggalkan takhayul dan
kepercayaan leluhur kami,
mengerjakan shalat,
membayar zakat dan
berbuat baik kepada fakir
miskin, bersikap jujur dan
dapat dipercaya,
memelihara apa yang
dititipkan kepada kita dan
mengembalikan dengan
utuh, memelihara
silaturrahim dengan semua
orang, dan yang paling
penting dengan keluarga
sendiri.”
Lalu, seperti dikisahkan oleh
Abu Sufyan r.a, Heraclius
memberikan tanggapan
sebagai berikut melalui
penerjemahnya.
Heraclius: “Aku bertanya
kepadamu tentang silsilah
keluarganya dan kau
menjawab dia adalah
keturunan bangsawan
terhormat. Nabi-nabi
terdahulu pun berasai dari
keluarga terhormat di
antara kaumnya.
Aku bertanya kepadamu
apakah ada di antara
keluarganya yang menjadi
nabi, jawabannya tidak ada.
Dari sini aku menyimpulkan
bahwa orang ini memang
tidak dipengaruhi oleh
siapa pun dalam hal
kenabian yang
diikrarkannya, dan tidak
meniru siapa pun dalam
keluarganya.
Aku bertanya kepadamu
apakah ada keluarganya
yang menjadi raja atau
kaisar. Jawabannya tidak
ada. Jika ada leluhurnya
yang menjadi penguasa, aku
beranggapan dia sedang
berusaha mendapatkan
kembali kekuasaan
leluhurnya.
Aku bertanya kepadamu
apakah dia pernah berdusta
dan ternyata menurutmu
tidak pernah. Orang yang
tidak pernah berdusta
kepada sesamanya tentu
tidak akan berdusta kepada
Allah.
Aku bertanya kepadamu
mengenai golongan orang-orang yang menjadi pengikutnya dan menurutmu pengikutnya
adalah orang miskin dan
rendah. Demikian pula
halnya dengan orang-orang
terdahulu yang mendapat
panggilan kenabian.
Aku bertanya kepadamu
apakah jumlah pengikutnya
bertambah atau berkurang.
Jawabanmu, terus
bertambah. Hal ini juga
terjadi pada iman sampai
keimanan itu lengkap.
Aku bertanya kepadamu
apakah ada pengikutnya
yang meninggalkannya
setelah menerima
agamanya dan menurutmu
tidak ada. Itulah yang
terjadi jika keimanan sejati
telah mengisi hati
seseorang.
Aku bertanya kepadamu
apakah dia pernah ingkar
janji dan menurutmu tidak
pernah. Sifat dapat
dipercaya adalah ciri
kerasulan sejati.
Aku bertanya kepadamu
apakah engkau pernah
berperang dengannya dan
bagaimana hasilnya.
Menurutmu engkau
berperang dengannya,
kadang engkau yang
menang dan kadang dia
yang menang dalam urusan
duniawi. Para nabi tidak
pernah selalu menang,
tetapi mereka mampu
mengatasi masa-masa sulit
perjuangan, pengorbanan,
dan kerugiannya sampai
akhirnya mereka
memperoleh kemenangan.
Aku bertanya kepadamu
apa yang diperintahkannya,
engkau menjawab dia
memerintahkanmu untuk
menyembah Allah dan
tidak mempersekutuka-Nya, serta melarangmu
untuk menyembah berhala,
dan dia menyuruhmu
shalat, bicara jujur, serta
penuh perhatian. Jika apa
yang kaukatakan itu benar,
dia akan segera berkuasa di
tempat aku memijakkan
kakiku saat ini.
Aku tahu bahwa orang ini
akan lahir, tetapi aku tidak
tahu bahwa dia akan lahir
dari kaummu (orang Arab).
Jika aku tahu aku bisa
mendekatinya, aku akan
pergi menemuinya. Jika dia
ada di sini, aku akan
membasuh kedua kakinya
dan agamanya akan
menguasa tempat dua
telapak kakiku!”
Selanjutnya, Heraclius
berkata kepada Dihyah Al-Kalbi: “Sungguh, aku tahu bahwa sahabatmu itu seorang nabi yang akan diutus, yang kami tunggu-tunggu dan kami ketahui
berita kedatangannya
dalam kitab kami.
Namun,
aku takut orang-orang
Romawi akan melakukan sesuatu kepadaku. Kalau
bukan karena itu, aku akan mengikutinya!”
Untuk membuktikan
perkataannya tersebut,
Heraclius memerintahkan
orang-orangnya untuk
mengumumkan:
“Sesungguhnya kaisar telah
mengikuti Muhammad dan meninggalkan agama Nasrani!” Seluruh
pasukannya dengan
persenjataan lengkap
serentak menyerbu ke
dalam ruangan tempat
Kaisar berada, lalu
mengepungnya.
Kemudian Kaisar Romawi itu berkata: “Engkau telah
melihat sendiri bagaimana bangsaku. Sungguh, aku takut kepada rakyatku!”
Heraclius membubarkan
pasukannya dengan
menyuruh pengawalnya
mengumumkan berita:
“Sesungguhnya kaisar lebih senang bersama kalian. Tadi ia sedang menguji kalian
untuk mengetahui
kesabaran kalian dalam
agama kalian. Sekarang
pergilah!”
Mendengar pengumuman
tersebut, bubarlah pasukan
yang hendak menyerang
Kaisar tadi. Sang Kaisar pun
menulis surat untuk
Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam yang berisi:
“Sesungguhnya aku telah
masuk Islam.” Kaisar juga
menitipkan hadiah
beberapa dinar kepada
Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam.
Ketika Dihyah
menyampaikan pesan Raja Heraclius kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau berkata: “Musuh Allah itu dusta! Dia masih beragama Nasrani.” Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam pun
membagi-bagikan hadiah berupa uang dinar itu kepada kaum muslimin.
Dengan kecerdasan dan
keluasan ilmunya Kaisar
bisa mengetahui kebenaran kenabian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Bahkan Kaisar
menyatakan: “Dia (Nabi
Muhammad) kelak akan
mampu menguasai wilayah
yang dipijak oleh kedua
kakiku ini.” Sedang saat itu Kaisar sedang dalam
perjalanan menuju Baitul Maqdis. Namun, ketidak terpihakkan rakyatnya terhadap pengakuannya mengenai kenabian Nabi Muhammad membuatnya takut kehilangan tahta dan
dicelakai rakyatnya.
Akibatnya adalah di dunia Allah Subhana Wa Ta’ala memanjangkan
kekuasaannya, tapi dia
harus mempertanggung
jawabkan kekafirannya di akhirat kelak.
Sumber: KRISTOLOGI
.
'Alaihi Wasallam untuk
Raja Heraclius (Kaisar
Romawi)
"Surat
Nabi Muhammad Untuk
Raja Heraclius"
Isi surat:
“Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang. Dari
Muhammad utusan Allah
untuk Heraclius Kaisar
Romawi yang agung.”
“Salam bagi siapa yang
mengikuti petunjuk.
Salain
dari pada itu, sesungguhnya
aku mengajak kamu untuk
memeluk Islam. Masuklah
kamu ke agama Islam maka
kamu akan selamat dan
peluklah agama Islam maka
Allah memberikan pahalah
bagimu dua kali dan jika
kamu berpaling maka kamu
akan menanggung dosa
orang orang Romawi.
“Katakanlah: Hai Ahli Kitab,
marilah (berpegang)
kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami
dan kamu, bahwa tidak kita
sembah kecuali Allah dan
tidak kita persekutukan Dia
dengan sesuatu pun dan
tidak (pula) sebagian kita
menjadikan sebagian yang
lain sebagai tuhan selain
Allah. Jika mereka berpaling
maka katakanlah kepada
mereka: “Saksikanlah,
bahwa kami adalah orang-
orang yang berserah diri
(kepada Allah)”. Al-Imron
64”
Pada waktu itu Kaisar
sedang merayakan
kemenangannya atas Negeri
Persia. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi
Wasallam telah mengirim
Dihyah bin Khalifah Al-
Kalby sebagai utusan
kepada Kaisar Heraklius
penguasa Kekaisaran
Romawi, negara adi daya
pada masa itu. Dihyah pun
diterima oleh Heraclius
dengan sangat baik.
Kemudian ia
menyampaikan surat
dakwah dari Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi
Wasallam kepada sang
Kaisar Romawi.
Setelah Heraclius membaca
pesan Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi
Wasallam, Sang Kaisar pun
berkeinginan untuk
melakukan penelitian guna
memeriksa kebenaran
kenabian Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi
Wasallam. Maka ia segera
menyuruh pengawalnya
untuk mencari orang-orang
yang mengenal Nabi
Muhammad yang berasal
dari bangsa Arab. Saat itu
Abu Sufyan berada di sana
bersama serombongan
kafilah dagang Quraisy.
Para pengawal kerajaan
pun melaporkan
keberadaan Abu Sufyan
dan teman-temannya
kepada sang kaisar.
Kemudian dipanggillah Abu
Sufyan yang saat itu masih
kafir dan membenci Islam
bersama teman-temannya
ke hadapan Kaisar Romawi.
Abu Sufyan dan teman-
temannya datang
menghadap Heraclius,
beliau diminta berdiri
paling depan sebagai juru
bicara karena memiliki
nasab yang paling dekat
dengan Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi
Wasallam. Rombongan
yang lain berdiri di
belakangnya sebagai saksi,
sehingga beliau tidak berani
berbohong. Itulah strategi
Kaisar untuk mendapatkan
keterangan yang valid.
Dengan didampingi seorang
penerjemah, sang Kaisar
mengawali pembicaraan
dengan pertanyaan: “Siapa
di antara kalian yang paling
dekat garis keturunannya
dengan orang yang
mengaku sebagai nabi ini?”
Abu Sufyan menjawab:
“Saya, Tuan!”
Kemudian terjadilah dialog
di antara keduanya di
hadapan para petinggi
istana kekaisaran Romawi.
Berikut ini dialog yang
diceritakan langsung oleh
Abu Sufyan dan
diriwayatkan kembali oleh
Bukhari.
Heraclius: “Bagaimana
kedudukan keluarganya di antara kalian?”
Abu Sufyan: “Ia berasal dari keturunan bangsawan.”
Heraclius: “Adakah di
antara keluarganya
mengaku Nabi?”
Abu Sufyan: “Tidak.”
Heraclius: “Adakah di
antara nenek moyangnya
yang menjadi raja atau
kaisar?”
Abu Sufyan: “Tidak ada.”
Heraclius: “Apakah pengikut
agamanya itu orang kaya
ataukah orang
kebanyakan?”
Abu Sufyan: “Pengikutnya
adatah orang lemah,
miskin, budak, dan wanita
muda.”
Heraclius: “Jumlah
pengikutnya bertambah
atau berkurang?”
Abu Sufyan: “Terus
bertambah dari waktu ke
waktu.”
Heraclius: “Setelah
menerima agamanya,
apakah pengikutnya itu
tetap setia kepadanya
ataukah merasa kecewa,
lalu meninggalkannya?”
Abu Sufyan: “Tidak ada
yang meninggalkannya.”
Heraclius: “Sebelum dia
menjadi nabi, apakah dia
suka berdusta?”
Abu Sufyan: “Tidak
pernah.”
Heraclius: “Pernahkah orang
itu ingkar janji atau
mengkhianati kepercayaan
yang diberikan kepadanya?”
Abu Sufyan: “Tidak pernah. Kami baru saja melakukan
perjanjian gencatan senjata
dengannya dan menunggu
apa yang akan
diperbuatnya.”
Heraclius: “Pernahkah
engkau berperang
dengannya?”
Abu Sufyan: “Pernah.”
Heraclius: “Bagaimana
hasilnya?”
Abu Sufyan: “Kadang-
kadang kami yang menang,
kadang-kadang dia yang
lebih baik daripada kami.”
Heraclius: “Apa yang dia
perintahkan kepadamu?”
Abu Sufyan : “Dia hanya
memerintahkan kami untuk
menyembah Allah dan
tidak mempersekutuka-Nya dengan apapun,
meninggalkan takhayul dan
kepercayaan leluhur kami,
mengerjakan shalat,
membayar zakat dan
berbuat baik kepada fakir
miskin, bersikap jujur dan
dapat dipercaya,
memelihara apa yang
dititipkan kepada kita dan
mengembalikan dengan
utuh, memelihara
silaturrahim dengan semua
orang, dan yang paling
penting dengan keluarga
sendiri.”
Lalu, seperti dikisahkan oleh
Abu Sufyan r.a, Heraclius
memberikan tanggapan
sebagai berikut melalui
penerjemahnya.
Heraclius: “Aku bertanya
kepadamu tentang silsilah
keluarganya dan kau
menjawab dia adalah
keturunan bangsawan
terhormat. Nabi-nabi
terdahulu pun berasai dari
keluarga terhormat di
antara kaumnya.
Aku bertanya kepadamu
apakah ada di antara
keluarganya yang menjadi
nabi, jawabannya tidak ada.
Dari sini aku menyimpulkan
bahwa orang ini memang
tidak dipengaruhi oleh
siapa pun dalam hal
kenabian yang
diikrarkannya, dan tidak
meniru siapa pun dalam
keluarganya.
Aku bertanya kepadamu
apakah ada keluarganya
yang menjadi raja atau
kaisar. Jawabannya tidak
ada. Jika ada leluhurnya
yang menjadi penguasa, aku
beranggapan dia sedang
berusaha mendapatkan
kembali kekuasaan
leluhurnya.
Aku bertanya kepadamu
apakah dia pernah berdusta
dan ternyata menurutmu
tidak pernah. Orang yang
tidak pernah berdusta
kepada sesamanya tentu
tidak akan berdusta kepada
Allah.
Aku bertanya kepadamu
mengenai golongan orang-orang yang menjadi pengikutnya dan menurutmu pengikutnya
adalah orang miskin dan
rendah. Demikian pula
halnya dengan orang-orang
terdahulu yang mendapat
panggilan kenabian.
Aku bertanya kepadamu
apakah jumlah pengikutnya
bertambah atau berkurang.
Jawabanmu, terus
bertambah. Hal ini juga
terjadi pada iman sampai
keimanan itu lengkap.
Aku bertanya kepadamu
apakah ada pengikutnya
yang meninggalkannya
setelah menerima
agamanya dan menurutmu
tidak ada. Itulah yang
terjadi jika keimanan sejati
telah mengisi hati
seseorang.
Aku bertanya kepadamu
apakah dia pernah ingkar
janji dan menurutmu tidak
pernah. Sifat dapat
dipercaya adalah ciri
kerasulan sejati.
Aku bertanya kepadamu
apakah engkau pernah
berperang dengannya dan
bagaimana hasilnya.
Menurutmu engkau
berperang dengannya,
kadang engkau yang
menang dan kadang dia
yang menang dalam urusan
duniawi. Para nabi tidak
pernah selalu menang,
tetapi mereka mampu
mengatasi masa-masa sulit
perjuangan, pengorbanan,
dan kerugiannya sampai
akhirnya mereka
memperoleh kemenangan.
Aku bertanya kepadamu
apa yang diperintahkannya,
engkau menjawab dia
memerintahkanmu untuk
menyembah Allah dan
tidak mempersekutuka-Nya, serta melarangmu
untuk menyembah berhala,
dan dia menyuruhmu
shalat, bicara jujur, serta
penuh perhatian. Jika apa
yang kaukatakan itu benar,
dia akan segera berkuasa di
tempat aku memijakkan
kakiku saat ini.
Aku tahu bahwa orang ini
akan lahir, tetapi aku tidak
tahu bahwa dia akan lahir
dari kaummu (orang Arab).
Jika aku tahu aku bisa
mendekatinya, aku akan
pergi menemuinya. Jika dia
ada di sini, aku akan
membasuh kedua kakinya
dan agamanya akan
menguasa tempat dua
telapak kakiku!”
Selanjutnya, Heraclius
berkata kepada Dihyah Al-Kalbi: “Sungguh, aku tahu bahwa sahabatmu itu seorang nabi yang akan diutus, yang kami tunggu-tunggu dan kami ketahui
berita kedatangannya
dalam kitab kami.
Namun,
aku takut orang-orang
Romawi akan melakukan sesuatu kepadaku. Kalau
bukan karena itu, aku akan mengikutinya!”
Untuk membuktikan
perkataannya tersebut,
Heraclius memerintahkan
orang-orangnya untuk
mengumumkan:
“Sesungguhnya kaisar telah
mengikuti Muhammad dan meninggalkan agama Nasrani!” Seluruh
pasukannya dengan
persenjataan lengkap
serentak menyerbu ke
dalam ruangan tempat
Kaisar berada, lalu
mengepungnya.
Kemudian Kaisar Romawi itu berkata: “Engkau telah
melihat sendiri bagaimana bangsaku. Sungguh, aku takut kepada rakyatku!”
Heraclius membubarkan
pasukannya dengan
menyuruh pengawalnya
mengumumkan berita:
“Sesungguhnya kaisar lebih senang bersama kalian. Tadi ia sedang menguji kalian
untuk mengetahui
kesabaran kalian dalam
agama kalian. Sekarang
pergilah!”
Mendengar pengumuman
tersebut, bubarlah pasukan
yang hendak menyerang
Kaisar tadi. Sang Kaisar pun
menulis surat untuk
Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam yang berisi:
“Sesungguhnya aku telah
masuk Islam.” Kaisar juga
menitipkan hadiah
beberapa dinar kepada
Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam.
Ketika Dihyah
menyampaikan pesan Raja Heraclius kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau berkata: “Musuh Allah itu dusta! Dia masih beragama Nasrani.” Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam pun
membagi-bagikan hadiah berupa uang dinar itu kepada kaum muslimin.
Dengan kecerdasan dan
keluasan ilmunya Kaisar
bisa mengetahui kebenaran kenabian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Bahkan Kaisar
menyatakan: “Dia (Nabi
Muhammad) kelak akan
mampu menguasai wilayah
yang dipijak oleh kedua
kakiku ini.” Sedang saat itu Kaisar sedang dalam
perjalanan menuju Baitul Maqdis. Namun, ketidak terpihakkan rakyatnya terhadap pengakuannya mengenai kenabian Nabi Muhammad membuatnya takut kehilangan tahta dan
dicelakai rakyatnya.
Akibatnya adalah di dunia Allah Subhana Wa Ta’ala memanjangkan
kekuasaannya, tapi dia
harus mempertanggung
jawabkan kekafirannya di akhirat kelak.
Sumber: KRISTOLOGI
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar